Quantcast
Channel: My Sumedang
Viewing all articles
Browse latest Browse all 114

Meneladani Semangat Siswa-Siswi IGS Menghijaukan Kembali Kaki Gunung Tampomas

$
0
0
Bersiap Melawan Alat-alat Berat
Image By : facebook.com/vhimor.herniawan
Pada hari Senin 30 November 2015 kemarin, siswa-siswi dari IGS (International Green School) Sumedang mengadakan kegiatan reboisasi di bekas lahan galian pasir yang berada di kaki Gunung Tampomas, tepatnya di Desa Licin, Kecamatan Cimalaka, Sumedang. Sebanyak 85 orang siswa yang didampingi 15 orang guru tutor tampak antusias mengikuti kegiatan yang dilaksanakan dari pukul 09.00 sampai 11.00 tersebut.

Dalam prakteknya, sekitar 200 pohon ditanam di area bekas galian yang sudah tidak digarap oleh pengusaha. Meskipun awalnya sangat sulit mencari daerah galian yang bisa direboisasi sebagai media pembelajaran untuk siswa, kendala itu akhirnya bisa teratasi ketika pihak desa dan salah satu pengusaha galian mau memfasilitasi. Itu pula yang membuat kegiatan ini unik, karena justru para pekerja di area galian itu C itulah lah yang awalnya tampak kaget melihat kedatangan segerombolan malaikat kecil itu, dikiranya akan ada demo.

Meski para siswa yang mengikuti kegiatan ini awalnya tampak kaget dan tidak percaya melihat kerusakan alam yang terpampang nyata di hadapan mereka, dengan kebulatan tekad, kerusakan alam itu justru membuat mereka menjadi sangat antusias dan semangat untuk menanam bibit-bibit pohon di lahan yang sudah tidak produktif itu. Cuaca yang panas dan penuh debu, serta sulitnya akses yang harus dilalui untuk mencapai titik tempat bisa dilaksanakannya kegiatan reboisasi itu seolah tidak menjadi penghalang, bahkan mereka melaluinya dengan canda tawa khas anak-anak seusianya.

Rasa empati mereka pada alam mulai terpancing, ketika wajah-wajah yang masih lugu itu memperlihatkan ekspresi miris melihat alat-alat berat yang seakan tidak henti-hentinya "menguliti" Gunung Tampomas. Rasa sedih di wajah mereka semakin terlihat jelas, melihat kerusakan alam akibat galian Tipe C di kaki gunung itu membuat Tampomas tampak dewol, terluka sangat parah.

Hebatnya, puluhan alat berat yang lalu lalang dan beroperasi di sekitar mereka itu tidak menjadi penghalang atau menciutkan keberanian mereka. Justru, itu seolah menambah semangat mereka untuk segera ikut turun tangan memperbaiki keadaan dan menjadi sahabat alam yang seutuhnya. Hingga akhirnya, sekitar 200 pohon (yang juga dibantu oleh Dinas Pertanian Sumedang) yang terdiri dari jenis pohon kayu-kayuan seperti Jabon dan Sengon berhasil ditanam di lahan tandus tersebut.

Menurut salah seorang guru, dari kegiatan yang telah dilaksanakan itu diharapkan anak-anak bisa belajar mengenai dampak kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh galian Tipe C (pasir). Dengan melihat kerusakan yang ditimbulkan dan belajar turun langsung untuk melakukan reboisasi, diharapkan mereka bisa menjadi agen perubahan di masa depan, yang lebih mencintai bumi yang sedang mereka pijak saat ini, hingga akhirnya, diharapkan mereka bisa menularkan semangat yang telah ditanamkan sejak dini itu pada orang-orang lain di sekitarnya.

Dan tentu masyarakat pun diharapkan bisa melihat, bahwa galian C bukan solusi untuk kemajuan sebuah daerah atau kota, sehingga diharapkan masyarakat pun sadar untuk bisa ikut mengawasi serta berperan aktif mengurangi kerusakan yang diakibatkan galian C di tempat mereka tinggal. Lebih jauh, pemerintah juga diharapkan untuk mengevaluasi secara berkala galian Tipe C yang ada di Sumedang. Yang tak kalah penting, pemerintah juga diharapkan responsiv mereklamasi lahan kritis yang tercipta akibat kegiatan tersebut dan cepat menutup perusahaan galian yang tidak hideng mereklamasi lahan, yang tidak memiliki ijin, atau menyalahi ketentuan dalam melakukan usahanya, seperti misal menyalahi ketentuan kedalaman penggalian pasir yang diperbolehkan.
Masih Adakah Tampomas Esok Hari?
Gunung Tampomas, gunung yang namanya dijadikan nama salah satu kapal penumpang milik Pelni (Pelayaran Nasional Indonesia) ini menjadi salah satu landmark Kabupaten Sumedang yang menjadi saksi bisu perjalanan sejarah Sumedang dari masa ke masa. Oleh karenanya, banyak cerita tentang Sumedang, baik itu cerita rakyat maupun cerita sejarah Sumedang dengan gunung yang melegenda ini sebagai latar ceritanya.

Dalam sajak di sebuah buku tentang sejarah Sumedang karangan E. Kosmajadi, yang salah satu baitnya berbunyi "Palasari masa asri, Gunung Kunci jadi saksi, Tampomas nu mawa endah matak sungkan nu rek mulang,", menggambarkan Tampomas mewakili keindahan Sumedang, yang dapat memikat siapa saja yang datang kepadanya. Itu sebabnya, konon orang Sumedang sejauh-jauhnya merantau pasti akan kembali lagi pulang, dan orang rantau yang telah datang ke Sumedang pasti enggan kembali ke kampung halamannya, karena apa? karena daya pikat Sumedang dan kenyamanan alam yang diberikan begitu luar biasa.

Sayang, karena keserakahan manusia, keindahan Gunung Tampomas perlahan-lahan terkikis dan berganti menjadi lahan kering kerontang di beberapa bagiannya. Kerusakan alam yang terjadi, ibarat bom waktu yang tinggal menunggu kapan akan meledak.

Bukan mengada-ada, di tahun 2010 saja, galian pasir di kaki-kaki gunung Tampomas sudah ada yang mencapai kedalaman sepuluh meter, lebih dari ketentuan yang telah ditetapkan yaitu delapan meter saja. Setiap harinya tidak kurang dari 220 truk pasir diangkut dari tempat ini. Itu Tahun 2010, dan sekarang sudah tahun 2015, 2015 akhir, melihat fakta itu tentunya terbayang di benak kita seperti apa kerusakan Gunung Tampomas ini sekarang. Tidak heran hawa di sekitar kaki Gunung Tampomas, seperti di Cimalaka dan Paseh yang dulu terkenal sangat sejuk, sekarang berubah menjadi panas dan gersang.

Menurut admin pribadi dan admin yakin teman-teman juga berpendapat sama, kegiatan galian C di manapun akan terasa lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya untuk warga dan lingkungan tempat galian itu berada. Namun demikian, kita tentu tetap mengapresiasi pengusaha galian yang mau menghijaukan kembali bekas lahan garapannya, meski itu tetap tidak seimbang dengan kerusakan yang ditimbulkan, alam yang sudah rusak karena eksploitasi tetap tidak akan pernah kembali seperti semula.

Memang, di Sumedang ada beberapa pengusaha tambang yang dengan suka rela mereklamasi lahan bekas galian pasir mereka seperti di Desa Licin dan Kojengkang, tapi, tidak sedikit pula pengusaha galian yang lari dari tanggung jawab itu. Bahkan, dari beberapa sumber berita admin membaca, ada pengusaha galian yang berbulan-bulan sama sekali tidak membayar pajak dan retribusi pada kas daerah, ada pula pengusaha galian yang tanpa izin membuka lahan galian di kaki Gunung Tampomas ini. Mereka pengusaha yang lari dari tanggung jawab dan tidak menunaikan kewajibannya tersebut, mungkin benar-benar bisa dicap sebagai perusak alam yang sesungguhnya, yang hanya mau untung saja, sementara masyarakat sekitar hanya dapat debu dan udara panasnya.

Mereka, para pengusaha tambang yang bertindak seperti itu, tentu harus bisa meneladani semangat para siswa di atas, yang dengan sukarela, dengan senang hati, berpanas-panasan berusaha memberikan sumbangsih tenaganya untuk menghijaukan kembali bumi mereka. Padahal, sejatinya mereka adalah korbannya, mereka yang sejak lahir tiba-tiba disuguhi keadaan alam yang rusak, tanpa pernah merasakan sejuknya udara di daerah itu di masa lalu, dan tidak pernah pula mendapat keuntungan dari kegiatan gali menggali tersebut.
Salah Satu Usaha Reklamasi Lahan Oleh Pengusaha Tambang Pasir

Viewing all articles
Browse latest Browse all 114